Rabu, 05 Januari 2011

kajian kitab fathul qorib(bab Thoharoh)

Malam ini (11/03) kami berhasil menyelenggarakan diskusi mingguan sebagaimana program pengurus yang telah direncanakan.
Diskusi awal malam ini adalah membahas kitab Fathul Qorib bab awal tentang Thaharah, secara bahasa maupun isi dari fasal awal tersebut, yang membahas terkait jenis-jenis air dalam bersuci.
Para santri terlihat cukup antusias malam ini, ditandai dengan respon setiap pertanyaan dan penjelasan atas kekeliruan yang terkadang muncul dari sang pembaca kitab, atau penanya yang masih belum mengerti dari maksud hukum bacaannya, namun terkadang diskusi terlampau jauh, yang hanya berkutat masalah hukum bacaan atau secara semantik semata. Tetapi dari sana, dapat terlihat bagi mereka yang memiliki basic/dasar terkait bacaan huruf2x gundul akan memahami bagaimana cara membaca yang baik dan benar?
Namun sebaliknya, bagi mereka yang belum mengerti apalagi belum pernah belajar sedikitpun mengenai ilmu sharaf, bisa ditebak, akan kelimpungan,, ibarat air yang mengalir, mengikuti arus. Meskipun begitu, seharusnya masih tetap ada manfaat yang dapat diambil selain bagi mereka yang memang sudah paham ataupun yang belum.
Tepatnya, ada rasa saling memberi dan menerima. Memberi informasi berupa ilmu dan menerima informasi berupa ilmu pula. Disanalah dialog yang ideal, tidak ada prasangka dalam diri sedikit pun, bahwa “aku sudah mengerti atau paham”, melainkan “aku sedang belajar untuk mengerti dan memahami”…
Tetapi tetap saja, pola diskusi masih memperlihatkan ke-egoan diri bahwa “aku sudah mengerti”, sehingga cukup sulit menerima pendapat orang lain. Diskusi atau media berdialog dua arah, dimana ada komunikan dan komunikator, serta pesan yang disampaikan. Kalau kita bandingkan dengan Sokrates dan Plato terkait bagaimana pandangan mereka tentang dialog? yang sama-sama digunakan untuk ‘sarana’ mencari pemahaman. Saya ambil manfaat dari dialog versi Sokrates; mencairkan pemahaman/pandangan yang cenderung kaku, mampu menyadari akan kekurangan masing-masing diri, dan saling membantu untuk menyempurnakan, ditambah lagi dengan manfaat dialog versi Plato yang hendak mengetahui pemahaman yang hakiki.
Sehingga dari sana., kita semua berharap, dengan adanya sarana diskusi ini, mampu menciptakan manfaat sebagaimana versi Sokrates diatas, terlebih jika ada upaya untuk lebih dalam lagi, berusaha untuk mencari essensi dari itu semua. Sehingga diskusi kitab kuning, tidak hanya berkutat pada problematika hukum bacaan atau ilmu sharaf semata, melainkan lebih dari itu. Bagaimana kita semua mampu memahami essensi isi kitab tersebut lalu menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar